Home » Bahan PA » Bahan PA 18-23 Februari 2019 (Dalam Rangka HUT ke-88 Sinode GKJ)

Bahan PA 18-23 Februari 2019 (Dalam Rangka HUT ke-88 Sinode GKJ)

Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah yang Berkelimpahan : Sangkul Sinangkul ing Bot Repot Lintas Generasi

I. Hidup Berkelimpahan

“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b)

Dua dari tiga arti kata “kelimpahan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “tertumpah banyak” dan “dikaruniai (diberi) banyak-banyak”. Dengan demikian, kata-kata Yesus dalam kutipan di atas mengingatkan bahwa hidup dikaruniakan banyak-banyak, hingga tertumpah. Tentunya hidup yang dimaksud adalah keutuhan kehidupan. Bukan sekadar materi atau harta, bukan pula sekadar kebutuhan jasmani.

Hidup yang dipunyai dalam segala kelimpahan berarti menyadari ada banyak hal positif dalam diri yang bisa dibagikan bagi orang lain. Hal-hal positif itu bisa berupa kasih, kepedulian, rasa hormat, kesediaan bekerja sama, semangat, dan kecintaan untuk berbagi. Dengan menyadari hal itu, yang menjadi pusat perhatian bukan lagi diri sendiri, sebab diri sendiri telah penuh, bahkan berkelimpahan. Yang menjadi pusat perhatian adalah orang lain dan cara untuk dapat membagikan kelimpahan hidup itu kepada orang lain.

Semangat yang demikianlah yang hendaknya mewarnai kehidupan keluarga Allah. Sebagai keluarga, tidak selayaknya sibuk dengan diri sendiri dan meminta segala perhatian dari anggota keluarga yang lain. Sebaliknya, antar anggota keluarga hendaknya berlomba-lomba untuk terlebih dahulu memberi dan berbagi untuk kepenuhan hidup bersama.

II. Sangkul-sinangkui ing Bot Repot

Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu ! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. Saling menolonglah dalam menanggung beban supaya kamu menaati hukum Kristus. (Galatia 6:2)

Beban berarti barang berat yang dibawa, tetapi juga menjadi kiasan untuk sesuatu yang sukar yang harus dilakukan. Beban berarti bukan sesuatu yang diharapkan, apalagi dicari-cari. Namun tampaknya memang hidup manusia tidak bisa lepas dari beban. Ada saja persoalan yang terjadi dalam hidup. Demikian pula kewajiban yang harus diselesaikan, yang sangat mungkin membutuhkan usaha esktra keras, bahkan tampak tak mungkin untuk dikerjakan. Belum lagi jika ditambah dengan menyebutkan pergumulan hidup yang harus ditanggung.

Di tengah kenyataan hidup manusia yang demikian, Rasul Paulus memberikan nasihat supaya jemaat bertolong-tolongan menanggung beban. Padahal setiap orang memiliki bebannya sendiri. Bagaimana orang berbeban bisa menolong orang lain menanggung bebannya? Hal semacam itu tidak akan bisa dilakukan jika orang berfokus pada dirinya sendiri. Tak jarang orang mengungkapkan, “Diri sendiri saja butuh ditolong, bagaimana bisa menolong orang lain?”. Kadang orang pun menyatakan, “Urusan diri sendiri saja belum selesai, bagaimana mau memikirkan urusan orang?”

Hanya semanget memiliki hidup dalam kelimpahan yang bisa membuat orang siap untuk bertolong-tolongan menanggung beban. Hanya ketika orang merasa bahwa dirinya diberkati secara berlimpah, maka dia bisa berbagi kasih dan perhatian, serta kepedulian. Hanya orang yang melihat hidupnya berkelimpahan akan berlomba-lomba untuk turut membantu saudaranya menanggung beban.

Sangkul-sinangkul ing bot repot. Itulah ekspresi orang yang memiliki hidup dalam segala kelimpahan. Itulah gaya hidup anak Tuhan yang menyadari berlimpahnya anugerah hidupnya.

III. Beragam Generasi Sebagai Anqqota Keluarga

Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (Efesus 2:19)

Hakikat keluarga Allah adalah rumah bagi semua. Tak ada lagi orang asing dan pendatang. Artinya tiap anggota merupakan anggota keluarga yang setara. Dengan demikian, tidak ada salah satu pihak yang berhak merasa lebih berkuasa. Tidak ada satu golongan pun yang memiliki hak istimewa, yang tidak dimiliki oleh golongan yang lain. Keragaman anggota keluarga adalah keniscayaan, tetapi keragaman itu tidak membuyarkan kesetaraan di dalamnya.

Demikian pulalah dalam kehidupan keluarga Allah di gereja. Salah satu keragaman yang ada adalah usia atau generasi. Generasi yang lahir sebelum sebuah gereja berdiri tentu memiliki cara pandang dan pola pikir yang berbeda dengan generasi yang lahir setelah gereja itu mapan. Generasi yang aktif melayani kehidupan bergereja saat notula sidang majelis masih ditulis tangan dengan menggunakan Bahasa Jawa tentu punya pemahaman yang berbeda dengan generasi yang aktif bergereja pada masa paperless yang bahkan tak lagi memerlukan kertas untuk mencatat atau membuat undangan. Namun bukan berarti salah satu generasi punya hak untuk merasa lebih berkuasa dibanding yang lain.

Justru sebaliknya, tiap generasi, dengan kekhasan, kelebihan, dan kekurangan masing-masing, hendaknya tetap menghayati sebagai kawan sewarga dan anggota keluarga Allah. Dengan demikian, sekalipun berbeda generasi, tetap bisa saling menghormati, menghargai, dan bekerja sama. Dengan demikian, sangkul sinangkul ing bot repot lintas generasi pun bisa terwujud. Kembali, semua ini hanya bisa terjadi jika semua anggota keluarga menghayati memiliki hidup dalam segala kelimpahan. Kelimpahan yang dimiliki oleh para adiyuswa akan membuatnya berbagi dan bekerja sama dengan para remaja dan pemuda. Kelimpahan yang dimiliki oleh anak-anak akan dibagi dengan warga  dewasa.  Masing-masing tidak berpikir untuk dirinya sendiri, melainkan untuk bersama menghidupi keluarga Allah.

Sinode GKJ telah menghidupi kehidupan persekutuan selama 88 tahun. Berbagai hal telah dialami. Tantangan dan ancaman tak dapat dielakkan, harus dihadapi dan dilampaui. Hanya oleh karena semangat hidup dengan segala kelimpahan yang memampukan Sinode GKJ terus bertahan karena adanya kesediaan saling menolong menanggung beban. Semangat yang sama kiranya selalu dirasakan oleh setiap GKJ sehingga keragaman generasi bukan menjadi hambatan pertumbuhan, melainkan sarana untuk saling menopang dengan kelimpahan masing-masing generasi.

IV. Panduan Diskusi

  1. Kelimpahan apa yang ada pada generasi Saudara?
  2. Dari kelimpahan itu, apa yang bisa generasi Saudara bagikan untuk kehidupan bersama di tengah gereja?
  3. Apa contoh konkret yang telah atau bisa direncanakan sebagai wujud sangkui sinangkul ing bot repot lintas generasi  di  GKJ Saudara?
  4. Apa kelimpahan  GKJ  Saudara  yang  bisa  dibagikan  di  tengah persekutuan Sinode GKJ?

(thie)

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja