Home » Bahan PA » Materi PA Bahan Dasar Bulan Keluarga (30 September-5 Oktober 2019)

Materi PA Bahan Dasar Bulan Keluarga (30 September-5 Oktober 2019)

BERTOLAKLAH KE TEMPAT YANG LEBIH DALAM
(Lukas 5:4)

Selayang Pandang
Keluarga menjadi tempat tak tergantikan bagi setiap pribadi untuk menumbuhkan kehidupan. Sebagai tempat mengawali dan menumbuhkan kehidupan, keluarga mengalami tantangan dari zaman ke zaman. Tantangan keluarga masa kini berbeda dengan tantangan keluarga sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Albertus Purnomo, Pr. menyebut bahwa tantangan keluarga masa kini adalah individualisme, hedonisme, konsumerisme, sekularisme, pendewaan nilai kebebasan menjadi pesaing berat bagi keluarga, seperti: kesatuan, kebersamaan, kesabaran, kerukunan, dsb (Albertus Purnomo, 2010, hlm. 10). Dalam hal perjumpaan dengan teknologi, keluarga saat ini berada pada era revolusi industri 4.0. Secara singkat, industri 4.0 adalah tren di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Pada industri 4.0, teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran data. Hal tersebut mencakup sistem cyber-fisik, internet of things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif (https://www.maxmanroe.com/revolusi-industri-4-0.html).

Revolusi Industri 4.0 mendorong terjadinya inovasi teknologi dan berdampak terhadap terjadinya disrupsi atau perubahan fundamental terhadap kehidupan masyarakat. Sanawiri dengan mengutip pandangan Prof. Rhenald Kasali menyebut,”Disrupsi tidak hanya bermakna fenomena terhadap perubahan hari ini (today change) tetapi juga mencerminkan makna fenomena perubahan hari esok” (Brillyanes Sanawiri, 2018, hlm. 189). Selain berpengaruh pada masyarakat, disrupsi juga berdampak pada keluarga. Sosiolog mazhab Chicago, Wiliam F. Ogburn menyebut bahwa otomatisasi dan digitalisasi tidak hanya berdampak pada sektor pembangunan ekonomi, tapi juga berdampak langsung pada proses pembangunan keluarga. Nyatanya, tanpa disadari kehadiran industri 4.0 telah membentuk perilaku keluarga, mulai dari persoalan pola asuh, hak, kewajiban, tanggungjawab dan pembagian peran di dalam maupun di luar rumah. Industrialisasi dan teknologi mengkonstruksi keluarga, bukan sebaliknya. Dengan demikian, penting bagi semua untuk berusaha memahami dampak industri 4.0 terhadap keluarga, terutama pada kalangan generasi milenial. Sebuah generasi yang tumbuh seiring dengan kemajuan teknologi (https://www.medcom.id/oase/kolom/nbwq78jK-potret-keluarga-muda-era-industri-4-0).

Keluarga Kristen berada di tengah pusaran perubahan itu. Sebagai keluarga yang percaya pada Allah, keterbukaan kepada-Nya menjadi sumber peneguhan dan pengharapan. Terbuka pada Allah berarti mendengar serta melakukan yang diperintahkan-Nya. Melalui tema,”Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam” kita akan menggumulkan kehidupan bersama keluarga dengan tetap berpengharapan, bertekad kuat serta peka terhadap perubahan zaman dengan tetap berpegang pada kehendak Allah.

Bertolaklah Menuju Pengharapan
Kepada murid-murid-Nya Yesus bersabda,“Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan“ (Lukas 5:4). Bertolak ke tempat yang lebih dalam mengandung makna seruan untuk berani menghadapi tantangan kehidupan. Di tempat yang lebih dalam ada lebih banyak ikan ketimbang di pinggiran perairan. Kesediaan menuju tempat yang lebih dalam ada karena mendengar sabda Yesus sebagaimana yang dilakukan Petrus. Pada awalnya ia ragu menuju ke tampat yang dalam untuk menangkap ikan. Keraguannya terjadi karena sepanjang malam mereka bekerja mencari ikan, namun tidak menangkap apa-apa. Namun karena Yesus memerintahkan demikian, Petrus dan kawan-kawannya tergerak melakukannya. Setelah mereka melakukan, sejumlah ikan ditangkap hingga hampir mengoyakkan jala mereka.

Kesediaan mendengar sabda Tuhan menumbuhkan pengharapan bagi setiap pribadi, keluarga dan persekutuan. Pengharapan mengganti rasa takut yang melemahkan menjadi kekuatan baru untuk kehidupan lebih baik. Kehidupan baru yang lebih baik memampukan keluarga-keluarga dapat memecahkan masalah, berpikir kritis, kreatif, perkembangan diri dengan management kehidupan, bersinergi, menumbuhkan kecerdasan emosi, mampu menilai dan mengambil keputusan secara tepat, bersedia melayani dengan hati tulus, memiliki keberanian dan kemampuan bernegosiasi serta fleksibelitas kognitif untuk menjawab tantangan kehidupan.

Tahun 2018 lalu, LPP Sinode GKJ dan GKI SW Jateng mengajak gereja-gereja menghayati keluarga sebagai tempat pemberi harapan. Pengharapan dalam keluarga bertumbuh karena iman pada Kristus. Sabda Allah yang digumulkan selama bulan keluarga 2019 diharap memertajam refleksi bulan keluarga 2018. Perahu keluarga akan melaju ke tempat yang lebih dalam untuk menangkap ikan lebih banyak. Adapun pokok-pokok sabda yang menjadi permenungan dalam kayuhan bersama kita adalah sebagai berikut:
• Minggu pertama kita menghayati tema iman dan tindakan dengan mendasarkan permenungan dari Injil Lukas 17: 5-10. Melalui Injil kita berefleksi tentang bagaimana beriman pada Allah mewarnai tindakan-tindakan serta bagaimana tindakan hidup sehari-hari mewarnai kehidupan beriman kita. Demikian juga melalui keteladanan keluarga Lois, Eunike. Melalui keluarga itu iman Timotius bertumbuh kembang dan kuat di tengah tantangan-tantangan hidup.
• Minggu kedua pendalaman firman akan diarahkan pada nasihat Paulus agar umat bertekun dalam Dia dengan menjaga hidup dari hal-hal yang menyesatkan serta berani memberitakan perkataan kebenaran (2 Tim. 2:8-15). Melalui injil, keluarga diharap belajar mengucap syukur dengan cara menghargai karya Allah dan sesama (Luk. 17:11-19).
• Minggu ketiga firman Allah mengajak umat berkayuh menghayati pesan tentang peran orang tua dalam pembentukan kehidupan melalui terang sabda Allah (2 Tim. 3:14-4:5). Ibarat perahu membutuhkan mercusuar pemancar terang, demikian pula kehidupan keluarga. Selain sabda sebagai penerang, Injil berpesan tentang ketekunan dalam doa pada Allah sebagai jalan hidup umat Allah (Lukas 18:1-8). Persekutuan dalam doa dan sabda dalam keluarga menjadikan keluarga berani terus hidup di tengah perubahan dan gempuran ombak samudera kehidupan. Melalui sabda, keluarga diingatkan untuk tekun dalam doa dan karya.
• Minggu keempat sebagai penutup bulan keluarga dihayati dengan menghayati tentang rapuhnya kehidupan manusia (2 Tim. 4:6-8, 16-18). Di tengah kerapuhan itu Allah adalah sumber kekuatan. Dengan kekuatan-Nya, umat dipanggil untuk terus memperjuangkan hidup sampai pada akhirnya. Sementara pesan Injil memampukan umat menghayati spiritualitas yang membebaskan diri dari perilaku meninggikan diri. Keselamatan merupakan anugerah dari Allah (Luk. 18:9-14). Oleh karena itu, keluarga diajak untuk senantiasa merendahkan diri dengan bersandar pada kasih Allah.

Melalui sabda Allah, setiap keluarga diajak untuk menghayati kembali seperti apa nilai-nilai kehidupan diwujudkan. Nilai-nilai keluarga Kristen tidak terlepas dari penghayatan sabda Allah yang dikembangkan melalui pendidikan dalam keluarga. Secara hakiki, pendidikan pertama bagi manusia berawal dari keluarga. Keluargalah yang akan menanamkan pendidikan pertama kali, baik dalam hal beretika, berlogika serta penerapan nilai-nilai kehidupan. Demikian pula halnya dengan iman. Di era disrupsi ini, nilai-nilai keluarga merupakan kebutuhan bagi setiap keluarga.

Tekad yang Kuat
Perjalanan menuju tempat yang lebih dalam membutuhakan tekad kuat. Sebagaimana dalam perahu terdapat beberapa awak yang harus bersinergi, demikian juga dengan keluarga. Perahu keluarga dimulai dengan pernyataan tekad dari dua awaknya untuk berkayuh bersama. Tekad merupakan iktikad, kehendak, kemauan yang pasti dari suami – istri dan anggota keluarga yang lain untuk menumbuhkan kehendak memperjuangkan kehidupan sesuai dengan iktikad yang diyakini. Tekad itu adalah janji pernikahan. Rasanya baik bila kita kembali mengenang janji pernikahan yang diucapkan di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya:

“Di hadapan Allah dan jemaat-Nya aku mengaku dan menyatakan menerima dan mengambil sebagai istriku/suamiku. Sebagai suami/istri yang beriman, aku berjanji akan memelihara hidup kudus denganmu, dan akan tetap mengasihimu pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, dan tetap merawatmu dengan setia, sampai kematian memisahkan kita”.

Tekad yang kuat menumbuhkan semangat untuk terus memperjuangkan semua janji yang diucapkan. R. Paul Stevens menyebut bahwa setidaknya ada dua kekuatan luar biasa ketika kita selalu mengingat dan melakukan komitmen janji pernikahan kita. Pertama: Mendewasakan pasangan. Janji pernikahan membuat pasangan bertumbuh bersama. Dalam kebersamaan itu mereka saling menguatkan, menopang dan menolong pasangan agar dalam semua aspek kehidupan terjadi pertumbuhan. Kedua: janji menjadi dasar untuk berharap. Perubahan dapat terjadi sewaktu-waktu. Dengan mengingat janji pernikahan, keluarga tetap teguh dan tetap berkomitmen pada janji yang diucapkannya (Paul Stevens, 2004, hlm. 34).

Tekad yang terucap melalui janji pernikahan itu disertai dengan janji dan berkat Allah. Hal itu mengandung makna bahwa perjalanan bahtera keluarga ada dalam rahmat Allah.

Peka terhadap Tanda-Tanda Perubahan
Ombak “perubahan” datang silih berganti dengan berbagai bentuk dan tantangannya. Saat ini keluarga berada di era industri 4.0 yang berdampak pada disrupsi (The Great Disruption). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disrupsi berarti hal tercerabut dari akarnya. Secara lebih luas, ketercerabutan dari akar mengandung makna perubahan besar yang sangat mendasar. Pada awalnya disrupsi terjadi akibat perubahan cara-cara berbisnis yang dulunya sangat menekankan owning (kepemilikan) menjadi sharing (saling berbagi peran, kolaborasi resources) dengan bantuan teknologi komunikasi.

Saat ini disrupsi memasuki semua area kehidupan. Pada era disrupsi, dua hal yang akan terjadi yaitu alert (siaga) dan atau overwhelmed (kewalahan). Di tengah perubahan yang mendatangkan kewalahan dan menuntut kesiagaan itu keluarga ada. Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan keluarga? Ibarat bahtera yang sedang berjalan membutuhkan mercusuar sebagai pemandu arah, demikian pula dengan keluarga. Keluarga menjadi tempat pencerahan bagi setiap pribadi agar kuat, mempertahakan tekad serta terarah sesuai dengan rencana dan tujuannya. Gempuran arus perkembangan teknologi dan informasi tidak boleh membuat goyah keluarga. Sebaliknya, realitas tersebut harus menjadi alasan untuk memperkuat ikatan keluarga. Di era disrupsi, semua serba cepat seolah tak terbatas oleh jarak dan tempat. Orang tua sebagai nahkoda dan pengelola keluarga harus bersinergi untuk menyikapi dan menyambut tantangan tersebut. Di antara siaga dan kewalahan itu terdapat hal-hal penting untuk diperhatikan oleh setiap individu serta dikembangkang dalam hidup bersama seperti:
• Melatih change agility (keluwesan terhadap perubahan), terbuka terhadap perubahan apapun, baik perubahan eksternal maupun internal. Novelty (hal baru) tidak dianggap sebagai musuh, namun disikapi dengan bijaksana dan sikap pembelajar. Dengan melatih change agility terbentuk pola baru yaitu kemampuan cepat tanggap dalam menyikapi setiap perubahan.
• Melatih diri untuk fokus. Di tengah perubahan yang terjadi dengan cepat, kebingungan dialami banyak orang. Kemampuan mengendalikan fokus melahirkan kemampuan melakukan karya.
• Membangun growth mindset (paradigma yang berfokus pada proses) dan perkembangan bersama (progress) bukan semata-mata hasil kinerja (result) – (Kumparan, 2017).

Mengapa hal-hal di atas menjadi pokok perhatian penting untuk dikembangkan oleh setiap individu dan hidup bersama? Mengapa bukan melatih kemampuan-kemampuan teknis dalam menghadapi perubahan? Saat ini semua hal terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknis dapat diperoleh melalui mesin kecil bernama gadget yang terhubung pada internet. Mesin itu memiliki kecepatan super dan efektif untuk melakukan berbagai aktifitas keseharian. Karena itu, fungsi pendidik bergeser lebih mengajarkan nilai-nilai etika, budaya, karakter, kebijaksanaan, pengalaman hingga empati sosial karena nilai-nilai itu yang tidak dapat diajarkan oleh mesin.

Dalam bukunya, Rhenald Kasali menyebut bahwa musuh disrupsi tidak dari luar semata, melainkan dari diri kita dan dalam lingkungan kita sendiri (Khasali, 2017, hlm. xviii). Dampaknya konflik internal sangat mungkin terjadi. Dalam rangka itulah perubahan mindset menjadi penentu dalam menyikapi perubahan. Mengubah mindest keluarga dilakukan melalui tindakan-tindakan seperti yang dibagikan oleh Finastri Annisa sebagai berikut:


(https://ideannisa.com/2018/11/17/membangun-family-4-0-industri-4-0/)

Berkayuh bersama dan masuk ke tempat yang lebih dalam untuk menangkap ikan merupakan pesan injili bagi keluarga masa kini. Dalam terang sabda, kita menjawab panggilan Kristus bersama keluarga dan persekutuan umat Allah dengan pengharapan dan cinta.

Daftar Pustaka
Albertus Purnomo, Pr., Allah Menyertai Keluarga, Yogyakarta, Kanisiu, 2015
R. Paul Stevens, Seni Mempertahankan Pernikahan Bahagia, Yogyakarta: Gloria Graffa, 2004.
Rhenald Kasali, Disruption, Jakarta, Gramedia, 2017.
By Brillyanes Sanawiri, Mohammad Iqbal, Kewirausahaan, Malang, Universitas Brawijaya Press, 2018
Web:
https://kumparan.com/lyra-puspa/melatih-pemimpin-tahan-banting-menghadapi-disruption

MEMBANGUN KELUARGA KUAT DI ERA INDUSTRI 4.0

Revolusi Industri 4.0: Pengertian, Prinsip, dan Tantangan Generasi Milenial


https://www.medcom.id/oase/kolom/nbwq78jK-potret-keluarga-muda-era-industri-4-0

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja