Home » Renungan » Iman dan Tindakan

Iman dan Tindakan

2 Timotius 1:1-14; Lukas 17: 5-10

Di sebuah Pemahaman Alkitab, terdapat dialog antar peserta PA. Dialog itu bermula dari pertanyaan: Apa jadinya menjalankan pekerjaan atau tindakan hidup sehari-hari tanpa didasari dengan iman pada Allah? Seorang peserta PA berujar bahwa menjalankan hidup tanpa iman pada Allah tentu bisa. Toh manusia itu makhluk otonom, bisa melakukan semua hal dengan segala daya, kemampuan yang ada padanya. Ujaran salah satu peserta PA itu kemudian memantik serunya dialog. Benarkah manusia itu otonom? Seperti apakah sifat otonom dalam diri manusia? Manusia dicipta Allah dalam berbagai dimensi. Ada dimensi fisik, sosial, mental dan juga spiritual. Ketika seseorang mengalami sakit fisik, rasa tidak nyaman muncul dan keinginan memulihkan sakitnya fisik segera dilakukan.

Demikian juga saat mental mengalami gangguan. Pemulihan harus segera dilakukan. Namun sayang, keberadaan spiritualitas kerap diabaikan. Saat spiritualitas mengalami gangguan atau sakit, banyak kali pengabaian dilakukan. Apa jadinya? Jadinya manusia mengalami kekosongan batin. Dampak dari kekosongan batin adalah keterombang-ambingan manusia di tengah berbagai pergumulan. Tidak ada kejelasan arah dan tujuan hidup. Di sinilah perlunya iman pada Tuhan. Iman pada Tuhan membuat manusia percaya dan mendapat kepercayaan dari Allah, sumber hidup dan keselamatan. Maka dari itu menjalankan pekerjaan, aktivitas dan tindakan sehari-hari tanpa iman pada Tuhan, hal itu bisa saja dilakukan. Namun dalam aktivitas dan tindakan yang dilakukan, manusia tidak memiliki pegangan dan dalam kekosongan batin.

Melalui injil pada hari ini, kita berefleksi tentang bagaimana beriman pada Allah mewarnai tindakan-tindakan serta bagaimana tindakan hidup sehari-hari mewarnai kehidupan beriman kita. Demikian juga melalui keteladanan keluarga Lois, Eunike. Melalui keluarga itu iman Timotius bertumbuh kembang dan kuat di tengah tantangan-tantangan hidup.

Bagaimana dengan keluarga kita? Beriman pada Tuhan melalui tindakan-tindakan keseharian adalah wujud syukur kita pada Tuhan. Di bulan keluarga tahun 2019 ini kita akan menggumulkan seruan Tuhan Yesus, “Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam” (Lukas 5:4). Tema itu menegaskan ajakan Tuhan Yesus bagi setiap orang dan keluarga supaya mau menghadapi kehidupan yang penuh tantangan dengan beriman pada Dia, sumber keselamatan.

Surat 2 Timotius merupakan surat pribadi yang ditujukan kepada Timotius. Dalam surat ini Timotius disebut sebagai “anakku yang kekasih” yang menunjukkan relasi kedekatan mereka. Relasi yang dekat itu juga terlihat lewat pengenalan Paulus pada Nenek dan Ibu Timotius yang bernama Lois dan Eunike. Paulus melihat ketulusan dan kekuatan iman yang nampak dalam diri Timotius tidak terlepas dari pengajaran kehidupan sebagaimana yang diteladankan oleh Lois dan Eunike.

Penyebutan Nenek dan Ibu Timotius menegaskan bahwa iman itu menular. Pernyataan inilah yang menjadi dasar nasihat Paulus, agar Timotius menularkan imannya dengan cara berkobar-kobar dalam melayani (ay 6). Agaknya terdapat keadaan persoalan atau tantangan yang tengah dihadapi jemaat yang dilayani oleh Timotius (lihat 2 Tim 3). Paulus dengan tegas mengatakan: “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2 Tim 3:12). Bagaimanakah cara Paulus menguatkan Timotius? Dengan mengingatkan betapa luar biasanya teladan kehidupan yang diperlihatkan oleh Lois dan Eunike. Berdasarkan itu, Paulus menyatakan bahwa karunia Allah membuat orang percaya tidak perlu takut (ay 7) dan tidak malu (ay 8, diulangi lagi ay 12). Sebab Allah telah menunjukkan rahmat-Nya (ay 17). Justru karena itu, hidup adalah berkarya untuk Dia, dengan cara memberitakan dan memelihara, Injil kabar baik sebagai harta yang indah (ay 14).

Jika kita membaca dengan seksama, dialog Yesus dan para murid-Nya di ayat 5-6 dan 7-10 tampak tak terkait satu sama lain. Ketiadaan kaitan antara dua bagian itu adalah: dua ayat pertama berbicara tentang iman dan ayat-ayat selanjutnya perihal karya seorang hamba. Iman dan tindakan. Dalam hidup, acapkali hidup beriman dan tindakan-tindakan dipisahkan. Sekalipun dalam doa, dalam permenungan kerap mengaitkan kehidupan beriman dan tindakan sehari-hari, namun praktik kerap menunjukkan perbedaan. Hal itu menjadikan tindakan-tindakan yang dilakukan tidak berkait dengan iman pada Tuhan dan sebaliknya, iman kita pada Tuhan tidak terwujud dalam tindakan sehari-hari.

Kepada Yesus, para murid mengatakan, “Tambahkanlah iman kami!” Apa alasan para murid meminta agar iman mereka ditambahkan oleh Yesus? Pada ayat 1-4 kita membaca nasihat Yesus, Sang Guru kepada murid-murid-Nya. Ia menasihatkan supaya para murid bukan menjadi penyesat bagi yang lemah. Nasihat lain adalah supaya para murid saling memerhatikan sesamanya dengan saling menegor bila ada yang berlaku salah. Selain memberikan teguran, setiap murid dipanggil untuk hidup saling mengampuni satu sama lain.

Para murid sadar bahwa mereka tidak mampu mewujudkan nasihat Yesus. Mereka membutuhkan peneguhan dari Yesus, guru dan Tuhan mereka. Maka mereka berseru, “Tambahkanlah iman kami”. Terhadap permintaan para murid, Yesus menjawab dengan sebuah pengandaian bahwa “kalau sekiranya…” (ay. 6) mereka memiliki iman yang kecil pun, mereka bisa memindahkan pohon ara ke dasar laut. Seandainya. Nyatanya? Tidak! Karena yang terjadi justru mereka menampilkan ketidakberimanan mereka justru dengan meminta Yesus menambah iman mereka. Sesudah itu, Yesus mengajar tentang sikap hidup seorang hamba yang setia, yang tak menuntut apa-apa dari tuannya. Hamba yang setia itu malah mampu berkata bahwa ia tak layak dan hanya mengerjakan apa yang harus dikerjakannya. Menarik sekali! Permintaan para murid agar Yesus menambah iman mereka dijawab dengan sikap seorang hamba yang berkarya dengan setia tanpa banyak menuntut.

Melalui perumpamaan tentang tuan dan hamba (ayat 7-10), Yesus mengajarkan kepada para murid bahwa iman dan tindakan merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan mewujudkan tindakan sebagaimana diajarkan oleh Sang Guru, iman akan ditambahkan. Apa yang diajarkan Sang Guru? Mengikut kehendak Tuhan dengan tanpa pamrih, rendah hati, tanpa menuntut imbalan merupakan tindakan tulus. Tindakan itu merupakan sikap iman yang sebenar-benarnya.

Iman dan tindakan sebagaimana disampaikan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya perlu diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan melayani tanpa pamrih akan terwujud bila ada cinta di sana. Cinta menjadikan setiap tindakan yang dilakukan berdampak bagi sesama dan bagi diri sendiri. Salah satu dampak bagi diri sendiri adalah iman yang ditambahkan oleh Tuhan.

Sebagai ciptaan Tuhan, manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari Sang Pencipta. Iman menjadikan manusia terhubung dengan Allah, pencipta, pemelihara dan penyelamat hidup. Iman yang hidup adalah iman yang mewujud dalam aktivitas keseharian. Permintaan para murid, “Tambahkanlah iman kami” merupakan harapan mereka agar selalu terhubung dengan Tuhan. Keterhubungan dengan Tuhan membuat kuat. Hal itu dialami oleh Timotius yang dididik dengan cinta, iman dan keteladanan melalui aktivitas keluarga oleh Lois dan Eunike. Dengan demikian, peran keluarga menjadi penting bagi tumbuh kembang iman dan ketangguhan menjalankan aktivitas setiap orang. Amin.

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja