Home » Bahan PA » Bahan PA 11-16 Februari 2019

Bahan PA 11-16 Februari 2019

Pondok Mertua Indah

Bacaan : Keluaran 2:15-22; 3:1

Pengantar
Setiap orang tua menyadari, anak-anak yang beranjak dewasa akan mencari pasangan hidup dan menikah. Orang tuapun juga menyadari, kalau anak-anak yang sudah menikah mempunyai hidup sendiri dan otoritas pribadi. Namun kadangkala kesadaran tersebut tidak disertai dengan penerimaan, ketika waktu pernikahan tiba. Dibalik senyuman orang tua pada waktu pesta pernikahan, ada kecemasan yang disembunyikan, sebab anak-anak akan meninggalkan mereka. Tidak mengherankan jika ada orang tua yang meminta anaknya untuk tetap tinggal bersama walaupun sudah menikah.

Bagi anak-anak yang telah berpacaran dalam waktu yang cukup lama dan sudah mengenal dengan baik calon mertua, barangkali tidak terlalu menjadi masalah jika hidup bersama di “pondok mertua indah”. Namun bagi mereka yang proses pengenalannya kurang, bisa menimbulkan masalah yang besar dalam membangun relasi antara mertua dan menantu.

Uraian
Pondok Mertua Indah adalah istilah bagi pasangan suami istri yang masih belum memiliki rumah sendiri, menumpang hidup dirumah orang tua/mertua. Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak yang sudah menikah harus hidup bersama dalam satu atap. Biasanya faktor ekonomi dan kurang matang dalam membangun keluarga menjadi alasan utama. Selain itu ada alasan lain seperti: Orang tua yang telah berusia lanjut dan sendirian sehingga anak tidak tega untuk meninggalkan orang tuanya, orang tua yang mempunyai anak tunggal, orang tua tidak tega kalau cucunya diasuh orang lain. Disisi lain anakpun khawatir kalau anaknya dirawat pembantu. Seribu satu macam alasan diatas boleh saja menjadi pertimbangan dan keputusan pasangan muda hidup bersama dalam satu atap dengan orang tua. Namun yang juga harus dipertimbangkan adalah masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan relasi, privasi, tanggung jawab dan kemerdekaan antara orang tua dan anak yang menikah. Contoh yang saat ini dihadapi oleh si Udin ketika ia hidup bersama dengan mertuanya. Ia tidak bisa bangun tidur seenaknya walaupun libur, tidak bisa mendidik anaknya seperti yang dikehendaki, kadangkala mendengar pertengkaran mertuanya, tidak bebas mengatur rumah tangga karena mertua sering campur tangan. Sebaliknya mertua mengganggap, Udin itu menantu yang terlalu egois, seenaknya sendiri, suka keluar rumah tanpa pamit, kurang sopan, tidak mau menerima saran dari orang tua, dsb. Itulah akibat yang ditimbulkan dari ketika orang tua dan anak masih tetap tinggal dalam satu atap. Banyak muncul prasangka, friksi dan konflik antara mertua dan menantu ataupun anak terhadap orang tuanya.

Yitro adalah bapak mertua Musa, orang Keni. (Kel 3:1; Hak 1:16). Yitro juga disebut “Rehuel”. (Bil 10:29). Yitro seorang imam di Midian, karena ia adalah kepala dari suatu keluarga besar yang sekurang-kurangnya terdiri dari tujuh anak perempuan dan satu anak lelaki yang tidak disebutkan namanya (Kel 2:15,16; Bil 10:29). Yitro bertanggung jawab bukan saja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya secara materi, melainkan juga untuk memimpin mereka dalam ibadat.

Hubungan Yiro dengan calon menantunya telah dibangun sejak Musa melarikan diri dari Mesir. Pada waktu Musa sampai di Midian, ia menolong putri-putri Yitro yang menggembalakan kambing-domba dari gembala-gembala lain yang mengganggu. Musa juga membantu putri-putri Yitro dalam memberi minum kambing-domba bapak mereka. Mereka menceritakan hal itu kepada ayahnya sehingga Musa dengan mudah diterima oleh Yitro. Berawal dari perjumpaan itu, akhirnya Musa diterima dan hidup bersama Yitro bahkan sampai diperkenankan memperistri Zipora putri Yitro. Sehari-harinya, Musa biasa menggembalakan kambing domba Yitro (Kel 3:1). Setelah kira-kira 40 tahun menggembalakan kambing-domba Yitro di sekitar G. Horeb (Sinai). Musa diperintahkan oleh Yehuwa untuk kembali ke Mesir, dan ia mendapat restu dari mertuanya untuk kembali ke sana.(Kel 2:15-22; 3:1; 4:18; Kis 7:29, 30). Bayangkan, 40 tahun Musa tinggal di rumah mertuanya, tinggal di “pondok mertua indah” dengan baik. Dalam hal ini Yitro yang sebagai kepala keluarga dan imam bagi keluarga besarnya telah memberikan banyak hal bagi pembentukan karakter Musa. Sebagai mertua laki-laki, Yitro mampu membuat Musa betah tinggal di sana dengan jalinan hubungan keduanya. Tidak bisa dipungkiri juga peran Yitro, orang dari bangsa keturunan Abraham dari seorang Ketura pada pelayanan Musa sangat penting. Salah satu contohnya ketika Musa mengalami kesulitan membagi tugas dan menghadapi masalah umat Tuhan sendirian. Yitro yang pada saat itu mengunjungi menantunya, mengajarkan fungsi delegasi kepada Musa. Yitro sebagai mertua ternyata cukup memperhatikan menantunya yang saat itu sedang bertugas berat. Yitro kemudian mengajarkan apa yang belum dimengerti oleh menantunya. Yitro mendampingi kesulitan menantu dengan terbuka dan tulus. Berusaha mengerti dan memahami menantu dengan segala hal yang dikerjakan dan menjadi tanggung jawabnya. Maka tidak heran jika dalam Keluaran 18:8, Musa berani dan dengan terbuka menceritakan pengalaman iman ketika memimpin bangsa Israel kepada mertuanya. Mendengar cerita Musa, Yitro berkata: “Terpujilah TUHAN,yang telah menyelamatkan kamu dari tangan orang Mesir dan dari tangan Firaun.”(ayat 10).

Barangkali kita akan berkata dalam hati, “ah…itu kan contoh hubungan mertua laki-laki dengan menantu laki-Iaki, biasanya hubungan keduanya mulus-mulus saja; coba kalau mertua perempuan dengan menantu perempuan, atau mertua perempuan dengan menantu laki-laki, pasti akan seperti kucing dan anjing.” Itulah pembenaran diri kita dan menyalahkan keadaan. Justru melalui cerita Yitro dalam menerima Musa dirumahnya dan hidup bersama menantunya menjadi teladan bagi diri kita yang telah berstatus mertua, baik sebagai mertua laki-laki maupun mertua perempuan. Anak-anak yang telah menikah memang idealnya harus keluar dari rumah dan membangun rumah tangganya sendiri. Namun jika anak-anak yang telah menikah belum mampu mandiri, kita mempersilahkan anak-anak untuk tinggal bersama dengan catatan bahwa mereka bukan seperti anak kita lagi, mereka adalah keluarga baru. Keluarga baru yang mempunyai otoritas sendiri untuk dihormati tidak untuk direndahkan. Untuk didukung bukan untuk dicampuri urusannya. Orang tualah yang harus tahu batasnya untuk membimbing mereka agar dapat lebih bertanggung jawab terhadap keluarganya. Keluarga baru yang belum berpengalaman, membutuhkan bimbingan dari orang tua agar bisa lebih mandiri. Sama seperti burung yang telah penuh bulu dan siap terbang namun belum berani terbang, si induk harus tetap membimbing agar anaknya kuat mengepakkan sayap dan berani mengambil resiko terbang meninggalkan sarang.

Panduan Diskusi:
1. Bagikan pengalaman saudara ketika anak yang telah berumah tangga, tinggal bersama dengan anda dalam satu rumah? (Segi positif dan negatif)
2. Masalah apa saja yang biasanya saudara hadapi ketika anak yang telah berumah tangga tinggal bersama dalam satu atap?
3. Wujud dukungan seperti apakah yang telah saudara lakukan bagi anak-anak yang telah menikah agar mereka dapat lebih bertanggung jawab dalam menjalankan panggilan Tuhan ditengah keluarga?

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja