Home » Renungan » Siap Dipanggil Berkarya

Siap Dipanggil Berkarya

1 Korintus 15:1-11; Lukas 5:1-11

Ibadah dan kegiatan rohani lainnya bisa menjadi rutinitas tanpa makna. Namun ketika Ibadah dan kegiatan rohani tersebut sungguh-sungguh dihayati maka akan menjadi perjumpaan spiritual dengan Tuhan. Orang yang mengalami perjumpaan spiritual dengan Tuhan pasti akan merasa terpanggil melayani. Orang tersebut tidak bisa tinggal diam karena ada panggilan yang kuat yang menggema didalam dirinya.Tuhan bisa saja bertindak tegas bagi umat yang senantiasa mengeraskan hati dan tegar tengkuk. Kondisi umat ketika Nabi Yesaya dipanggil menjadi pembelajaran supaya lebih peka mendengarkan suara Tuhan.

Banyak orang yang tidak mempercayai kebangkitan Yesus Kristus. Bukan hanya orang-orang dari agama lain, tetapi juga beberapa aliran Kristen, misalnya dosetisme yang meyakini bahwa Yesus tidak sungguh-sungguh mati sehingga juga tidak sungguh-sungguh bangkit. Dari dulu ternyata kebangkitan Yesus sudah menjadi perdebatan. Tetapi kebenaran tidak dapat terus-menerus disembunyikan oleh manusia. Kebenaran harus dinyatakan, diberitakan, dan diungkapkan. Rasul Paulus menegaskan bahwa dirinya adalah saksi dari kebangkitan Yesus, sekalipun ia adalah yang terakhir dan banyak rasul-rasul lain yang telah memberitakan terlebih dahulu dan membuat banyak orang percaya. Sebelumnya Paulus adalah Saulus si penganiaya jemaat Tuhan yang tentu tidak percaya pada Injil Yesus Kristus. Namun kemudian karena karya Tuhan ia menjadi percaya dan menyerahkan hidupnya bagi pekerjaan pelayanan sebagai saksi kebangkitan Yesus.

Sumber-sumber kuat yang bisa menangkis berita-berita yang meragukan kebangkitan Kristus sebenarnya terdapat didalam kitab suci, baik dalam bentuk nubuat, pemberitaan malaikat, maupun kesaksian manusia yang percaya akan kebangkitan Yesus. Banyaknya sumber kesaksian itu seharusnya bisa meyakinkan kita akan kebangkitan Yesus.

Pada waktu itu, penjala ikan adalah profesi atau pekerjaan yang banyak ditemukan di sekitar Danau Galilea. Faktor geografislah yang mendukung sehingga banyak penduduk yang memilih profesi sebagai penjala ikan (nelayan). Karena sehari-hari bekerja sebagai nelayan, penduduk di sekitar Galilea sebenarnya cukup berpengalaman dan mahir menentukan cara yang tepat untuk mendapatkan ikan. Keberhasilan nelayan tentu saja ditentukan oleh banyak atau sedikitnya ikan yang didapatkannya. Oleh sebab itu, para nelayan senantiasa menerapkan strategi berdasarkan pengalaman yang panjang untuk mendapatkan banyak ikan. Perjumpaan Yesus dengan beberapa nelayan yang sedang menjala ikan menjadi sebuah kisah yang menarik dan penuh dengan muatan makna teologis

Di dalam Injil Lukas, Yesus digambarkan sebagai sosok pemberita Injil yang mencari murid atau kawan sekerja untuk bekerja dalam tugas “menjala manusia”. Pada suatu ketika Simon dan nelayan-nelayan yang lain sedang membersihkan jala, lalu Yesus datang dan menaiki perahu Simon untuk mengajar orang banyak. Kemudian Yesus meminta Petrus pergi ke bagian danau yang dalam untuk menangkap ikan: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan”. Petrus memang melakukan perintah Yesus. Namun kalau kita perhatikan jawaban Petrus sepertinya ia diliputi oleh keputusasaan dan tidak berpengharapan lagi. Sebagai nelayan yang sudah berpengalaman, ia telah sepanjang malam mencari ikan, tanpa memperoleh satu pun ikan. Lalu tiba-tiba sosok Yesus yang tidak punya pengalaman mencari ikan memberikan instruksi untuk bertolak ke tempat yang dalam dan kembali menebarkan jala di siang bolong. Bagaimana mungkin menjala ikan di siang hari bolong, jika malam sebagai waktu terbaik tidak memberikan hasil apa-apa? Petrus tetap melakukan perintah Yesus karena segansebab Yesus adalah Guru yang harus ditaati.

Di sinilah kita bisa menemukan makna bahwa kuasa Tuhan lebih hebat dari logika dan pengalaman manusia. Setelah jala itu ditebarkan Petrus dan teman-temannya berhasil menjala ikan dalam jumlah yang luar biasa banyak! Petrus tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa”. Di ayat 5, Petrus menyebut Yesus sebagai “Guru”. Di ayat 8, ia menyebut Yesus sebagai “Tuhan” dan disertai dengan mengutarakan penyesalan dosanya. Di sinilah terdapat makna teologis yang dalam tentang panggilan. Orang yang dipanggil Tuhantidak hanya akan menjawab “ya” pada panggilan tersebut. Orang yang dipanggil Tuhan juga harus merasakan dan mengalami sendiri kasih Tuhan yang telah menyelamatkannya baru kemudian dia bisa menjadi kawan sekerja yang baik. Orang rela memberikan persembahan dan berkorban ketika melayani Tuhan karena ia lebih dulu mengalami dan merasakan pertolongan dan kasih Tuhan.

Perjumpaan spiritual dengan Tuhan menuntun jemaat untuk menanggapi panggilan Tuhan dengan kesediaan penuh. Amin.

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja