Home » Renungan » Berbagi Terang

Berbagi Terang

Matius 2:1-12

Secara liturgis, ibadah minggu ini disebut sebagai minggu Epifani. Epifani berarti penampakan, kedatangan, kelihatan, membuat nyata, atau membuat jelas. Di minggu Epifani gereja merayakan Penampakan Tuhan. Maksudnya, Epifani yang dirayakan setelah natal memperjelas atau menampakkan hakikat Yesus. Di tempat terpencil bernama Betlehem, kehadiran Yesus inkarnasi Allah, terlihat jauh melampaui batas wilayah. Para Majus melihat terang bintang Timur, dituntun menjadi penyaksi Sang Terang yang terlahir. Hal ini mengingatkan gereja bahwa Kristus, Sang Terang, tak lagi ditempatkan di palungan atau altar gereja yang seolah jauh dari jangkauan pergumulan hidup. Dengan Epifani, umat justru melihat bahwa Terang Kristus harus bercahaya di luar gereja. Terang Kristus diwujudnyatakan umat percaya dalam keseharian melalui hal-hal sederhana yang memberikan pengharapan bagi mereka yang hidup dalam kegelapan.

Ibu Teresa pernah mengatakan, “Kedamaian dimulai dari sebuah senyuman.” Tindakan tersenyum adalah tindakan yang sederhana. Namun tersenyum bagi mereka yang tengah hidup keputusasaan, sebagaimana yang menjadi pengalaman pelayanan Ibu Teresa, adalah hal kecil yang sangat diperlukan. Lewat cara sederhana itu, Ibu Teresa telah mengajarkan bagaimana menjadi terang yang menghangatkan kehidupan.

Apakah menjadi terang dalam hal yang sederhana semacam itu sudah kita lakukan di tengah keputusasaan dan penderitaan yang makin menghantui banyak orang di sekitar kita? Ataukah kita tenggelam dalam kenikmatan kita sendiri saja, hanya peduli dengan pergumulan kita sendiri?

Kisah kelahiran Yesus memberikan terang pengharapan bagi kehidupan umat manusia. Kisah orang Majus yang datang untuk melihat Raja yang baru dilahirkan menunjukkan karya Sang Terang jelas dan nyata terlihat melampaui sekat dinding rumah sederhana di Betlehem. Melalui orang Majus yang mengikuti terang bintang dan menyembah Sang Terang, semakin nyatalah bahwa Yesus benar-benar Mesias yang dinantikan.

Tuturan penginjil Matius berusaha mengaitkan kisah Injilnya dengan Perjanjian Lama atau pengharapan umat Israel. Kehadiran Yesus dimaknai sebagai pengulangan cerita Musa dalam bentuk yang baru. Jika saat Musa lahir, ada raja Mesir yang tiran, sehingga orang Yahudi harus keluar dari Mesir (Musa dilarung di sungai Nil). Dalam kisah kelahiran Yesus, Mesir justru dirangkul sebagai tempat pengungsian yang aman buat Yesus (Mat. 2:13-15).

Kota Betlehem tempat kelahiran Yesus menjadi pemenuhan nubuat Mikha 5:2 sebagaimana yang ditemukan oleh para Imam dan Ahli Taurat (ay. 5). Jika dalam kisah Musa, ada sejumlah “majus” atau tukang sihir yang menjadi lawan Musa (Kel. 7:11). Dalam kisah kelahiran Yesus, para Majus justru menjadi penyaksi kelahiran Yesus. Para Majus adalah orang “kafir,” ahli perbintangan (astrologi) dari Persia.

Para Majus mencari bayi yang dilahirkan itu karena petunjuk bintang. Bintang adalah salah satu benda langit yang banyak disembah dan dianggap sebagai dewa. Mereka berangkat menuju tempat di mana seorang raja dilahirkan. Hal itu menuntun mereka berjumpa dengan Herodes, penguasa boneka Yerusalem yang sangat ambisius. Para Majus akhirnya berjumpa dengan “raja” itu, tanpa petunjuk dari Herodes dan pemimpin agama. Seolah menegaskan tangan Tuhan sendiri yang menuntun mereka. Itulah sebabnya mereka “sujud menyembah” dan memberikan persembahan bagi seorang raja yang terlahir (ay. 11). Tindakan orang Majus seakan memenuhi nubuat nabi Yesaya (lih. Yes. 60:6). Para Majus mampu melihat Terang. Herodes dan pemimpin agama tidak mampu melihat Terang. Orang Majus akhirnya menjadi alat memberitakan bahwa seorang raja yang memulihkan telah lahir di bumi ini.

Menjadi terang kehidupan adalah panggilan orang percaya yang telah melihat Sang Terang, Yesus yang terlahir itu. Sayang tidak semua orang mampu melihat Terang. Herodes dan pemimpin agama yang menjadi penasihat Herodes tidak mampu melihat terang, hingga mereka tetap hidup dalam kegelapan yang begitu mengerikan dampaknya. Orang Majus, kaum yang mungkin bisa disebut kafir, justru mampu melihat Terang dan mengalami perubahan karena Sang Terang itu. Amin,.

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja