Home » Bahan PA » Materi PA : Bahan Dasar Masa Adven dan Natal 2019 (25 – 30 November 2019)

Materi PA : Bahan Dasar Masa Adven dan Natal 2019 (25 – 30 November 2019)

KEHADIRAN YANG MEMULIHKAN

PEMULIHAN
Pemulihan adalah pengharapan panjang umat Israel. Jejak perjalanan Israel sebagai bangsa menunjukkan bahwa Israel memang tidak pernah berhenti menjadi target penjajahan dan penguasaan bangsa-bangsa di sekitarnya. Mengapa? Karena wilayah Israel sangat strategis dan menjadi jalan menuju ke utara maupun ke selatan. Dengan posisi strategis itu, wilayah Israel dibutuhkan sebagai jalur perjalanan untuk keperluan berdagang atau berperang. Alhasil Israel menjadi rebutan bangsa-bangsa di sekitarnya. Catatan Alkitab menuturkan kenyataan itu.

Keadaan demikian membawa kesengsaraan secara menyeluruh dalam hidup mereka. Kesengsaraan yang tidak hanya mereka rasakan secara fisik, tetapi juga berdampak pada mental, hingga menyerang spiritualitas mereka. Kesengsaraan yang holistik itu membuat mereka seringkali mencari “tuhan” yang diharapkan mampu menolong. Namun, mereka tetap terpuruk pada penderitaan. Hal itu membawa Israel pada kesadaran bahwa mereka membutuhkan pertolongan Tuhan. Alhasil banyak teriakan permohonan terdengar dari umat agar Allah menolong memulihkan keadaaan mereka. Teriakan itu diserukan, salah satunya, oleh Pemazmur yang akan dibaca pada minggu Adven 3, “Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat” (Mzm 80:4).

Menariknya dalam kata “pemulihan” (Ibr: shuwb) terkandung makna pertobatan. Artinya, untuk memulihkan diri dibutuhkan pertobatan total dari umat Israel. Permohonan pemulihan tidak membuat umat Israel menanti dengan pasif tindakan Allah. Mereka melakukan tindakan aktif dengan cara menunjukkan pertobatan mereka. Pemahaman inilah yang mewarnai pengharapan mesianis Yahudi. Pemulihan hanya dapat terjadi ketika mereka bertobat, kembali dari jalannya yang sesat. Proses pemulihan berjalan dalam alur relasional pertama-tama dengan dirinya sendiri, lalu dengan komunitas, hingga berpuncak pada relasi dengan Allah. Relasi dengan diri sendiri membawa pada kesadaran akan keberdosaan dan penerimaan diri. Relasi dengan komunitas membawa kesadaran pentingnya sesama manusia untuk saling menumbuhkan. Relasi dengan Allah membawa kesadaran bahwa manusia hanya bergantung sepenuhnya pada kuasa Allah.

Dalam terang itulah kehadiran Yesus menjadi penting. Kehadiran Yesus menjadi jawaban atas pergumulan pengharapan umat. Itu sebabnya Yesus disebut sebagai Mesias atau Kristus, yang dinantikan untuk memulihkan. Namun, secara mengejutkan, Yesus hadir tidak hanya untuk memulihkan Israel secara nasional sebagai sebuah bangsa. Yesus memulihkan relasi Allah dengan umat manusia. Hal itu ditandai secara simbolis dengan pemulihan Bait Allah dan pemilihan 12 murid yang menjadi pertanda pemulihan Israel baru yang jauh lebih luas dari Israel nasional.

Mengapa pemulihan itu ditujukan bagi seluruh umat manusia? Narasi Alkitab dengan sangat jelas menyatakan “karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23). Dosa yang menguasai umat manusia menyebabkan kesengsaraan secara universal dirasakan oleh semua manusia. Dengan demikian semua manusia, sebagai pribadi dan komunitas, membutuhkan pemulihan.

MEMBUTUHKAN PEMULIHAN
Indonesia di mana kita hidup juga membutuhkan pemulihan. Ada banyak realitas yang membuat kehidupan bersama kita diwarnai dengan luka yang membawa penderitaan.
Salah satu realitas yang kita hadapi adalah polarisasi yang terjadi dalam masyarakat selepas pemilu Presiden semenjak tahun 2014. Adalah sebuah kenyataan bahwa perbedaan pilihan politik di Indonesia mengasilkan luka yang menganga di aras akar rumput. Kebencian antar kelompok beda pilihan politik sangat tampak khususnya di Medsos. Media online detik.com, merilis jumlah pasangan bercerai yang disebabkan pandangan politik yang berbeda, yaitu: tahun 2011 sebanyak 334 pasangan, tahun 2012 sebanyak 651 pasangan, dan tahun 2014 sebanyak 2094 pasangan. Menjelang 2019 terdapat 111.490 suami menceraikan istrinya dan 307.778 istri menggugat cerai suaminya. Tentu saja saja ini perlu digali akar persoalannya. Bisa jadi semenjak kecil kita tidak dididik untuk menerima perbedaan. Pendidikan dasar kita, lebih-lebih dalam ranah agama, tidak memberi tempat bagi perbedaan! Berbeda adalah lawan.

Luka juga dirasakan orang sahabat kita dari Papua, yang bergejolak selepas syukur kemerdekaan Indonesia ke 74. Seruan untuk saling memaafkan diungkapkan berbagai pihak, juga Presiden Joko Widodo yang mengatakan:
“Jadi, saudara-saudaraku. Pace, mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan se-Tanah Air, yang paling baik adalah saling memaafkan.”

Ketersinggungan yang membuahkan tuntutan juga dirasakan sejumlah orang kristen karena persoalan salib. Seorang pemimpin agama dalam ceramahnya dianggap melecehkan salib. Telah banyak juga ajakan dari berbagai pihak untuk duduk bersama saling memaafkan.

Luka demi luka seakan tak pernah berpulih. Yang satu belum selesai, muncul luka yang baru kembali. Tak pelak dibutuhkan peran serta seluruh anak bangsa yang dengan sadar menggulirkan semangat pemulihan bagi Indonesia, termasuk gereja di dalamnya. Gereja perlu berseru kepada Tuhan “pulihkanlah kami” sambil bertindak membangun semangat mengampuni.

GEREJA DAN PEMULIHAN ALLAH
Gereja dipanggil berperan dalam kehidupan di dunia ini. Gereja hadir bukan untuk dirinya sendiri. Gereja perlu belajar dari karya Yesus, pusat imannya. Kehidupan Yesus di bumi ini menjadi cerminan karya gereja di masa kini. Dalam tuturan Alkitab terlihat bahwa Yesus terjun di tengah kehidupan masyarakat. Yesus bergaul bersama dengan semua orang, termasuk mereka yang berbeda nilai hidup dan moralnya, bahkan dianggap berdosa. Resiko bergaul dengan orang-orang yang sedemikian membuat Yesus terimbas pada anggapan negatif. Pertanyaan para ahli agama pada Yesus yang berulang kali dituliskan dalam Injil menunjukkan cara pandang negatif terhadap tindakan Yesus yang bergaul dengan orang-orang yang distigma (dicap) berdosa. Namun Yesus justru dengan sengaja mengulurkan tangan untuk menjalin relasi dengan mereka. Tindakan keterlibatan Yesus tidak hanya ditujukan pada orang yang “dianggap baik,” tetapi pada semua manusia termasuk yang “dianggap tidak layak.”

Dengan bergaul dengan mereka bukanlah berarti Yesus melakukan tindakan keberdosaan yang sama dengan mereka. Yesus menegaskan adanya perbedaan diri-Nya dengan mereka yang menjadi sahabat-Nya. Kata Yesus:
“Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Mrk. 2:17). Yesus membedakan tapi tidak memisahkan. Relasi Yesus dengan dunia tidak membuat Yesus “serupa dengan dunia ini” (bdk. Rm. 12:2). Yesus menghadirkan diri sebagai Sahabat – yang berbeda dari persahabatan umumnya – yang membebaskan dan memulihkan manusia. Tindakan pemulihan yang dilakukan Yesus tampak melalui “orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:5).

Tidaklah sebuah kebetulan jika nama yang dipilih untuk komunitas pengikut Yesus adalah gereja. Nama itu berasal dari istilah bahasa Yunani ekklesia yang berarti dipanggil keluar. Istilah ini diambil dari dunia politik dalam konteks demokrasi di Yunani. Istilah itu diletakkan pada pertemuan warga polis atau kota, di mana mereka dipanggil keluar dari rumah masing-masing untuk bertemu di ruang publik, untuk membicarakan masalah-masalah yang tengah mereka hadapi. Dengan memakai nama ekklesia, berarti gereja menyatakan diri bersedia dipanggil untuk turut berkarya di tengah-dunia. Itu berarti gereja dipanggil untuk keluar dari rasa nyaman yang kerap dipertahankannya. Dibutuhkan keberanian bagi bagi gereja untuk keluar dari tembok kenyamanan untuk membagikan semangat pemulihan bagi semua.

NATAL, KEHADIRAN SANG PEMULIH
Kisah Natal adalah kisah kehadiran Yesus, Sang Mesias yang telah dinanti. Narasi Yohanes menggambarkan Yesus adalah logos, Sang Firman, telah menjadi daging dan masuk dalam sejarah manusia: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh. 1:14).

Kehadiran Yesus adalah untuk memulihkan relasi manusia dengan Allah Bapa. Natal adalah peristiwa pemulihan. Namun pemulihan itu tidak hanya terjadi di surga, melainkan juga di bumi, seperti yang dinyanyikan malaikat surga,
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14). Itu berarti pemulihan melalui natal tidak hanya ditujukan bagi gereja, yang lantas membuat orang-orang percaya (baca: anggota/warga gereja) menutup mata atas realitas dunia. Justru dengan kesadaran akan pemulihan bagi semua itulah, orang-orang percaya dipanggil untuk memberitakan kabar pemulihan yang dianugerahkan oleh Yesus Kristus.

Sayangnya, tradisi natal yang setiap tahun kita rayakan kerap menjebak kita pada rutinitas, sehingga berita pemulihan justru tidak bergaung. Berita natal tergantikan dengan gempita natal yang alih-alih memulihkan malahan justru mencipta luka baru. Luka baru itu bisa berupa kesenjangan sosial, karena natal dirayakan bak pesta gempita hingga berdampak pada ketidakpedulian pada sesama. Fokus natal ada pada diri kita sendiri. Justru karena itu kesadaran melalui tema ini perlu terus digaungkan. Gaung kesadaran itu diawali dengan diri kita sendiri. Sadarkan kita bahwa pemulihan Allah telah terjadi pada diri kita? Apakah kita bersyukur pada karya pemulihan Allah atas diri kita? Lalu berlanjutkan pada sesama. Maukah kita berpulih dengan sesama kita? Maukah kita mengulurkan tangan menyambut sesama kita, siapapun dia? Pada akhirnya kita bersama merayakan pemulihan yang dikerjakan Allah atas semua ciptaan-Nya. Dunia membutuhkan pemulihan, semoga gereja dan orang-orang kristen bersedia terlibat untuk mewujudkannya

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja