Home » Renungan » Merayakan Pengampunan Illahi Dalam Persekutuan

Merayakan Pengampunan Illahi Dalam Persekutuan

Lukas 15:1-10

BPK Gunung Mulia menerbitkan sebuah buku karangan Miroslav Volf, yang berjudul Exclusion and Embrace. Dalam buku tersebut penulis menjelaskan lebih dalam tentang arti ‘merangkul’. Disebutkan bahwa ada empat langkah ketika suatu proses rekonsiliasi terjadi, sebagai berikut :

1. Membuka Tangan
Rekonsiliasi terjadi bila ada seseorang yang berinisiatif. Membuka tangan berarti sebuah tanda mau terbuka pada sesama, tetapi sekaligus juga kesediaan untuk terluka. Bersedia malu kalau tidak ditanggapi. Pengampunan tidak akan terjadi bila tidak ada pihak yang mau membuka tangannya terlebih dahulu. Sama seperti Anak Allah yang menjadi manusia membuka diri pada dunia sebagai bukti kasih yang mau mengampuni. Harus ada yang berani berinisiatif.

2. Menanti
Mengundang, memberi kesempatan orang lain untuk berproses dan memutuskan, apakah orang lain juga mau membuka tangan. Hal ini berbeda dengan sikap inklusif-arogan di mana orang membuka tangan tetapi segera menarik orang lain ke dalam genggamannya dan menguasai orang itu. Anak Allah tidak bertindak otoriter. Ia memberi kebebasan, tidak memaksa dengan mengatakan, “Kamu harus segera bertobat.”

3. Menutup Tangan dan Berpelukan
Ketika orang lain mau membuka tangannya juga maka momen rekonsiliasi terjadi di sini. Mengampuni dan diampuni. Berdamai. Penerimaan.

4. Membuka Tangan Kembali
Kita tentunya tidak akan terus-menerus berpelukan. Ada hal yang lebih penting yaitu membiarkan sesama yang telah diampuni tersebut kembali menjadi dirinya sendiri. Tidak dikuasai. Ada proses untuk membiarkan pergi, menjalani sejarah hidupnya dengan segala resiko dan konsekuensi. Itulah sikap keterbukaan yang baik. Dunia akan lebih baik saat semua manusia dapat merayakan pengampunan illahi dalam persekutuan.

Latar belakang perumpamaan domba yang hilang dan dirham yang hilang serta anak yang hilang (ayat 11-32) ini, Yesus hendak menjawab sungut-sungut atau protes dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat: Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka (baca ayat 1-2). Kebenaran ini tidak bisa diterima oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang menganggap mereka orang-orang yang paling suci, paling benar, paling religius, tidak pantas bergaul dengan koruptor, pelacur, penjahat. Yesus sepertinya sengaja memakai karakter-karakter yang dipandang hina oleh para pemimpin agama itu; gembala-gembala domba, perempuan-perempuan, anak-anak pemberontak. Jadi dalam tiga perumpamaan ini Yesus menunjukkan tujuan dan karakter Allah yang mencari dan menyelamatkan, pemulihan bagi semua manusia yang telah jatuh dan berdosa untuk kembali bersekutu dengan Allah sendiri (Bob Utley Commentary).

Seorang Teolog bernama Matthew Henry, 300 tahun yang lalu menyimpulkan hal yang senada bahwa dalam tiga perumpamaan ini Allah tidak berkenan dengan kematian dan kebinasaan orang berdosa. Allah lebih senang kalau orang berdosa itu kembali dan bertobat, dan bersukacita dengan memberikan penghiburan anugerah. Melalui tiga perumpamaan ini Yesus hendak menjawab tuduhan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat terkait Dia yang menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka (ayat 2). Jawaban pertama Yesus ditunjukkan melalui tindakan penerimaan-Nya terhadap orang yang dianggap berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka. Layaknya seorang gembala menemukan seekor dombanya yang hilang setelah pencarian yang lama, menggendongnya pulang dan bersukacita dengan semua sahabat-sahabatnya. Jawaban kedua Yesus ditunjukan dari gambaran seorang perempuan yang menemukan satu koin dirham yang hilang dan bersukacita dengan sahabat-sahabatnya. Maksud utama dari keseluruhan perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah kasih dari Allah yang turun ke dunia untuk mencari dan menyelamatkan manusia yang hilang dan berdosa.

 Bila dosa menguasai hati manusia maka upah dosa adalah maut dan kebinasaan. Melalui perikop ini, kita sebagai orang berdosa diajak untuk memohon pengampunan dosa supaya murka Allah berlalu dari kita.

 Doa menjangkau banyak hal. Doa memiliki kekuatan mengubah keputusan Allah. Ketika Allah hendak membinasakan bangsa Israel, doa Musa yang penuh pengharapan dan kerendahan hati membuat Allah tidak konsisten dengan keputusanNya, tetapi kerendahan hati Musa, menunjukkan bahwa Allah yang disembah adalah Allah yang konsisten dalam mengasihi umatNya.

 Kasih dan pemeliharaan Tuhan tidak pernah berhenti. Saat Daud berbuat dosa, bukan membuat kasih Tuhan tidak mengalir, tetapi mengalihkan aliran ke tempat di mana ada hati yang merespon.

 Hidup kita adalah anugerah Allah maka kita harus bersyukur. Kita yang berdosa telah diselamat dalam karya Kristus. Hayatilah hidup ini dengan tetap menjadi bejana bagi kemuliaan Allah sama seperti Rasul Paulus.

 Hidup orang benar adalah hidup yang dikuasai kasih, sama seperti Yesus yang merangkul orang-orang yang terpinggirkan karena dianggap berdosa. Yesus mengundang untuk masuk ke dalam sukacita Allah ini yakni mau menjadi sahabat orang berdosa sampai orang itu bertobat. Amin.

Bagikan :



Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Agenda Kegiatan

Ibadah Minggu Online : Setiap Hari Minggu jam 08.00 WIB livestreaming di channel Youtube GKJ Wonosari Gunungkidul dan Radio Swara Dhaksinarga 89,9 FM

Persekutuan Doa Rabu Pagi : Setiap Hari Rabu jam 04.30 WIB di Gedung Gereja