Home » Renungan (Page 6)
Category Archives: Renungan
Allah Sumber Kekuatan Keluarga
Lukas 18:9-14
Kemajuan zaman dan perkembangan teknologi memiliki dampak positif dan tantangan tersendiri bagi orang-orang Kristen masa kini. Dampak positifnya adalah ketika perkembangan teknologi dapat mempermudah atau menolong manusia untuk hidup lebih baik, misalnya gadget yang semakin mempermudah manusia untuk berkomunikasi dalam jarak jauh, dan berbelanja barang atau kebutuhan tanpa harus keluar rumah (jasa online). Semua membuat kehidupan menjadi lebih mudah, namun juga menjadi sebuah tantangan ketika kita diperhadapkan dengan budaya instan disekitar kita. Kita menjadi orang yang kurang memiliki daya juang besar, dan mudah putus asa ketika kesulitan ada dihadapan kita. Tantangan lainnya berupa hedonisme, individualisme, budaya konsumtif, dan sekularisme yang bertentangan dengan kehendak (firman) Allah. Lalu, dapatkah kita tetap menjalankan kehendak (firman) Allah ditengah-tengah tantangan masa kini? Jika kita mengandalkan diri sendiri mungkin kita akan mengalami kesulitan. Namun, jika kita mengandalkan kekuatan dari Allah pasti semua bisa kita lalui. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran besar untuk saling menguatkan antar anggota keluarga agar tidak hanyut pada tantangan atau dampak negatif dari perkembangan teknologi.
Tekun dalam Doa dan Karya
2 Timotius 3: 14 – 4: 5; Lukas 18:1-8
Di sebuah persekutuan remaja, pendamping remaja menyampaikan akronim DOA. D: dialog, O: orang, A: Allah. Dari akronim itu pendamping menyampaikan bahwa doa merupakan dialog antara manusia dengan Allah, Sang Pencipta, Penyelamat dan Penyerta kehidupan ciptaan-Nya. Dialog bukan monolog. Dalam monolog, percakapan hanya dari satu arah. Sementara dialog merupakan komunikasi yang berlangsung di antara dua subyek atau lebih. Subyek doa adalah Allah dan ciptaan-Nya. Semuanya saling mendengarkan, saling bertutur satu diantara yang lain. Karena itu, dialog mestinya menjadi hal menyenangkan. Rasa senang dalam dialog membuat masing-masing pihak tidak jemu untuk terus bertemu dan bersama. Demikian juga dengan kehidupan doa bagi umat beriman. Dalam kamus orang beriman mestinya tidak ada kata bosan untuk berdoa. Melalui perumpamaan tentang janda yang selalu datang pada hakim agar haknya dibela, Tuhan Yesus mengajarkan tentang ketekunan berdoa.
Berani Meminta, Berani Bersyukur
Lukas 17:11-19
Suatu kali seorang pemuda datang pada sahabatnya dengan raut wajah suntuk. Rupanya pemuda itu sudah beberapa kali mencoba melamar kerja namun hasilnya sama, yaitu ditolak. Kepada sahabatnya si pemuda itu memohon diperbolehkan bekerja di usaha milik sahabatnya. Sabahat dari pemuda itu memiliki usaha kecil-kecilan di kotanya. Sebagai pengusaha yang melihat keberadaan sahabatnya itu, ia mengizinkan sahabatnya bekerja di tempat usahanya dengan syarat menjalankan semua aturan perusahaan. Sekalipun pemilik usaha adalah seorang sahabat, namun dalam hal kerja, semua harus mengikuti aturan. Pemuda yang tadinya tidak memiliki pekerjaan itu kini bekerja di perusahaan sahabatnya. Pada awal-awal kerja, ia tampak menjalankan semua aturan perusahaan dan rajin bekerja. Namun pada waktu-waktu berikutnya, ia mulai bolos kerja, mengabaikan peraturan bahkan melakukan korupsi. Singkat kata pemuda itu dipecat dari pekerjaannya. Ia menyesal dengan semua perbuatannya. Ia lupa saat mengiba datang pada sahabatnya dan meminta pekerjaan serta lupa mensyukuri kebaikan-kebaikan sahabatnya.
Iman dan Tindakan
2 Timotius 1:1-14; Lukas 17: 5-10
Di sebuah Pemahaman Alkitab, terdapat dialog antar peserta PA. Dialog itu bermula dari pertanyaan: Apa jadinya menjalankan pekerjaan atau tindakan hidup sehari-hari tanpa didasari dengan iman pada Allah? Seorang peserta PA berujar bahwa menjalankan hidup tanpa iman pada Allah tentu bisa. Toh manusia itu makhluk otonom, bisa melakukan semua hal dengan segala daya, kemampuan yang ada padanya. Ujaran salah satu peserta PA itu kemudian memantik serunya dialog. Benarkah manusia itu otonom? Seperti apakah sifat otonom dalam diri manusia? Manusia dicipta Allah dalam berbagai dimensi. Ada dimensi fisik, sosial, mental dan juga spiritual. Ketika seseorang mengalami sakit fisik, rasa tidak nyaman muncul dan keinginan memulihkan sakitnya fisik segera dilakukan.
Nilai Kemanusiaan Di Balik Kekayaan
Lukas 16:19-31
Orang Inggris memiliki pepatah tentang uang: uang adalah hamba yang baik, tetapi ia adalah tuan yang jahat. Pepatah itu bermakna bahwa saat seseorang dikuasai uang, ia kehilangan kendali hidup sebab uang dijadikan sebagai dewa. Uang bisa menjadi dewa karena memiliki banyak peran dalam hidup. Makan, minum, tidur, bepergian, buang air: perlu uang! Hanya (maaf) buang angin saja yang saat ini yang tidak mengeluarkan uang. Oleh karena semua hal diukur dengan uang, maka uang digunakan sebagai alat ukur hidup manusia. Mereka yang banyak uang disebut kaya. Dengan kekayaannya itu ia dipuji, dihormati. Mereka yang tidak punya uang disebut miskin. Dengan statusnya sebagai orang miskin orang-orang macam ini sering tersisih dan disisihkan dari tengah komunitas. Ketika uang berkuasa dan menguasai hidup, banyak orang menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang. Di sinilah uang itu “punya kuasa” dan berpotensi menjadi sumber kejahatan. Tindakan jahat merupakan pengingkaran terhadap nilai kemanusiaan. Tuhan Yesus tidak mengajarkan kehidupan anti kekayaan. Ia mengajarkan tentang perlunya mengelola kekayaan dengan menghargai martabat kemanusiaan. Melalui firman Tuhan hari ini umat diajak untuk menghayati makna kekayaan dan menjadikan kekayaan sebagai sarana memuliakan kemanusiaan