Home » Renungan (Page 3)
Category Archives: Renungan
Menghadirkan Kebaikan dalam Kehidupan Bersama
1 Korintus 2 :1-16; Matius 5:13-20
Kebangkitan agama di Indonesia membuat pelaksanaan ritual (ritus) semakin meningkat,tetapi tidak dibarengi dengan meningkatnya aksi (aktus). Kebangkitan agama di Indonesia juga akan meningkatkan sense of identity (rasa identitas) yang justru akan semakin menajamkan perbedaan antara pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya. Pola kehidupan keagamaan yang seperti ini lebih cenderung menekankan bentuk kesalehan pribadi ketimbang kesalehan komunal. Kalaupun ada kesalehan komunal, sifatnya sangat terbatas. Dalam situasi seperti ini, umat Kristen terpanggil untuk membangun kehidupan yang lebih terbuka. Umat Kristen terpanggil bukan hanyauntuk mengembangkan kesalehan personal, tetapi, lebih dari itu, untuk memiliki kesalehan komunal, yaitu kesadaran lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan. Tuhan Yesus mengkritik model kesalehan personal dan mengajak murid-murid-Nya untuk memiliki kesadaran sosial. Garam dan terang menjadi perumpamaan tentang umat yang harus menjadi bagian dalam kehidupan bersama. Penghayatan akan relasi dengan Tuhan (ritual) harus diwujudkan dalam bentuk kehidupan bersama dengan sesamanya (aksi).
Bermegah di dalam Tuhan
I Korintus 1:18-31; Matius 5:1-12
”Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yesaya 55:9). Tidak terbantahkan bahwa hikmat Tuhan jauh melebihi hikmat manusia. Manusia penuh keterbatasan, sementara Tuhan melampaui segalanya. Apa yang dibanggakan manusia tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan. Umumnya manusia membanggakan diri, kepandaian, kekayaan, jabatan, atau keelokannya. Namun, semua itu tidak berarti apa-apa di hadapan Tuhan. Manusia mengutamakan penampilan, tetapi Tuhan memperhatikan isinya.
Begitu juga ketika berbicara soal kebahagiaan dan ukuran kebahagiaan. Manusia mengukur kebahagiaan berdasarkan kesenangan duniawi. Orang yang berbahagia adalah mereka yang bisa memenuhi segala keinginannya. Orang yang berbahagia adalah orang yang selalu sehat, kuat, dan panjang umur. Orang yang berbahagia adalah orang yang sukses dalam pekerjaan dan cinta. Orang yang berbahagia adalah orang yang perjalanan hidupnya lancar, tidak mengalami masalah-masalah berat. Sebaliknya, kebahagiaan dalam pandangan Tuhan Yesus berbeda dengan itu semua. Orang yang berbahagia adalah orang yang senantiasa mengarahkan hati dan hidupnya kepada Tuhan.
Kamu Penjala Manusia
I Korintus 1:10-18; Matius 4:12-23
Definisi diri (konsepsi identitas) seseorang sangat menentukan caranya menjalani kehidupan. Artinya, cara seseorang memandang dirinya (siapa aku, apa yang aku inginkan) akan mempengaruhi yang dilakukannya. Misalnya, seseorang mendefinisikan diri demikian: “Aku Petrus, seorang nelayan. Aku ingin mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan keluargaku”. Berdasarkan konsep diri yang demikian, ia berusaha menunjukkan diri sebagai nelayan yang giat mencari ikan.
Hal tersebut juga berlaku bagi organisasi dan perhimpunan, termasuk gereja. Dr. Jan Hendriks, dalam bukunya Jemaat Vital dan Menarik, mengemukakan temuannya bahwa konsepsi identitas yang jelas mejadi salah satu faktor penting bagi vitalisasi jemaat/gereja. Gereja yang hidup adalah gereja yang memahami identitasnya di hadapan Tuhan dan sesama.
Berita yang Menarik untuk Semua
1 Korintus 1 – 9; Yohanes 1:29-42
Ada dua kecenderungan mengenai bagaimana seseorang menyikapi sebuah berita yang menarik. Kecenderungan pertama, seseorang akan menerima berita tersebut dan memilih menikmatinya untuk diri sendiri. Ia tidak terpanggil untuk meneruskan berita tersebut sebagai bagian yang juga dapat dinikmati oleh orang lain. Kecenderungan kedua, seseorang menerima berita tersebut, menikmati untuk diri sendiri, kemudian tergerak untuk menyampaikan berita tersebut agar orang lain juga merasakan kenikmatan/berkat yang sama dengan apa yg dia rasakan.
Kasih karunia Tuhan merupakan berita menarik yang setiap hari kita rasakan. Setiap orang yang menerima kasih karunia Tuhan, sudah semestinya mewartakan berita baik tersebut pada sesama sebagai sebuah cara menghayati dan mensyukuri kasih karunia Tuhan. Dalam tema perayaan iman minggu ini, umat dipanggil untuk mengarahkan hati ke dalam sprititualitas meneruskan kabar sukacita tersebut.
Pembaptisan Tanpa Pemulihan : Mungkinkah?
(Matius 3:13-17)
Pada hari ini, gereja-gereja memasuki minggu pembaptisan Yesus. Pembaptisan-Nya di sungai Yordan merupakan proklamasi tentang hakikat Yesus sebagai Mesias yang merendahkan diri. Dari proklamasi itu, kita mengenal Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan merendahkan diri demi memulihkan ciptaan-Nya. Permintaan-Nya untuk dibaptiskankan menjadi teladan bagi kita agar belajar merendahkan diri dalam gumul dan juang bersama Allah dan ciptaan Allah yang lain.
Bagi orang Kristen, baptisan memiliki makna penting. Dalam buku Selamat Berbakti, Pdt. Andar Ismail menuliskan bahwa baptisan adalah sebuah perjanjian yang penting. Bahkan lebih penting dari segala perjanjian lain, sebab baptisan adalah perjanjian antara kita dengan Kristus. Melalui perjanjian itu relasi manusia dengan Allah dipulihkan. Baptisan adalah perjanjian antara dua pihak, namun kedua pihak tidak sederajad (asimetris). Tuhanlah yang membuat prakarsa, manusia menerima. Kita dibaptis bukan karena prestasi iman. Baptisan bukan hasil pertobatan kita melainkan hasil anugerah Allah.